Selasa, 22 April 2014

cerpen



REGINA

Tubuhnya tinggi, kurus, rentah dan rapuh. Dengan semangat yang tersisa ia mencoba meraih lembaran daun lontar diantara pepohonan yang tumbuh di gersangnya bukit  Teri. Dengan tertatih-tatih ia mecoba mendapat lembaran daun lontar muda yang berada di pucuk pohon lontar itu. Dipotongnya daun lontar itu dengan parang tumpulnya satu persatu hingga semuanya terjatuh ke tanah.
Terik matahari  menyengat kulit tua dan keriput itu, keringat bercucuran membasahi  sekujur tubuhnya yang tak berpakaian, hanya lipatan kain tenun menutupi pinggang  hingga lututnya. Tak ada yang bisa menghalangi  ambisinya untuk mendapat serpihan daun lontar itu. Laki – laki tua dan keriput adalah Antonius Denga Lilo. Aku biasa memangilnya Opa Anto .Pria yang dulunya tampan, kekar dan penuh dengan kharismatik itu kini sudah tua, rentah dan beruban.
Kemanapun ia pergi, opa Anto selalu membawa Sasando tuanya. Katanya, Sasando itu merupakan Sasando  pertama yang dibuatnya, ia tak akan pensiunkan Sasando itu, Sasando hanya  perlu diperbaiki apabila daun lontar itu tak menghasilkan resonansi yang indah dan tepat. Selebihnya ia tidak akan melepaskan Sasando itu apapun alasan. Ia membiarkan Sasando itu menyatu dengan dirinya, diikat Sasando itu pada seutas tali dan dililitkan pada sisi kiri pingang kurusnya.
Dengan jeli ia memilah mana serpihan daun lontar yang masih muda dan yang tua. 20 Tahun sudah ia menjadi seorang maestro sasando di desa  Rote ini. Garis keriput di wajahnya seolah menceritakan lika-liku hidupnya, kakinya yang tak beralas menceritakan banyaknya batu karang yang telah ia injak dan pernah melukainya serta tatapanya seolah mengatakan bahwa ada banyak kenangan yang ia alami selama menjadi  seorang maestro Sasando di desa kami.
Di desaku hanya opa Anto yang bisa membuat Sasando. Dari membuat kerangka hingga menentukan nada untuk tiap senar hingga menghasilkan  nada indah. Tak ada lagi maestro Sasando yang tersisa di desa kami, kecuali opa Anto. Bahkan tak ada satupun  pemuda di generasiku yang bisa memetik Sasando saat ini. Karena mereka lebih memilih memetik gitar ketimbang Sasando yang tampak kuno dan tidak modern.
 “ Opa kenapa opa tidak istirahat sejenak?, ini terlalu panas untuk bekerja”. Kataku sambil mencari  tempat bernaung dibawah pohon gamal yang berada di sebelah pohon lontar itu. Di bukit yang tandus dan gersang ini  tak ada yang bisa tumbuh subur kecuali semak belukar, pohon gamal dan pohon lontar. Tanahnya pun tandus, banyak batu karang yang memenuhi bukit Teri ini.  “ Istrahat saja dulu anak, opa sudah biasa jemur di matahari seperti ini”. Sungguh luar biasa opa Anto ini, tubuh tuanya bisa menangkis panasnya terik matahari sedangkan aku yang masih muda dan belia ini  tak bisa menahan panas terik matahari yang menyengat bagaikan sengatan lebah.
Semuanya telah ia kumpulkan, ia telah memilah mana yang muda dan yang tua. Yang tua biasanya tak ia gunakan untuk mebuat sasando, ia gunakan itu untuk menganyam tikar. Daun lontar yang muda diubahnya menjadi sebuah anyaman yang nanti akan  digunakan sebagai wadah penghasil resonansi dari senar dan bambu yang di petik pada Sasando.
“ Anak, mari kita berteduh di  pondok saja, disini terlalu panas ”. Sembari menyarungkan parangnya yang kemudian diikat disisi kanan pinggangnya, bersampingan dengan Sasando tua di sisi kiri pinggangnya. Pondok itu sederhana, beralaskan anyaman bambu dan beratap jerami, cukup teduh untuk beristirahat bagi warga yang kebetulan melintas ke kebun atau selepas dari kebun.  Diletakan tumpukan lontar itu diatas jerami, ia mulai memilah-milah daun lonotar tersebut.
Tangan tuanya mulai menganyam  daun lontar meskipun tanganya kasar dan berurat, tapi ia menganyam dan membuat kerangka sasando ini dengan penuh kelembutan. Dibentuknya pola menyerupai sebuah perahu kecil dengan  lembut bagaikan harmoni sasando yang biasa ia mainkan.
“ Harus penuh kelembutan ketika kau ingin menghasilkan sasando yang baik, kelembutan itu bukan hanya milik manusia tapi juga kelembutan itu milik sasando ini!” Tuturnya dengan penuh ketegasan.
Aku seolah terperangah oleh kelembutan dan keterampilan opa Anto membuat kerangka sasando dari daun lontar ini.
 “ Apa yang membuat opa sangat mencintai sasando ini,?” tanyaku dengan penasaran sambil memandang wajah keriputnya. Sontak raut wajahnya berubah, wajahnya yang serius berubah menjadi wajah yang penuh dengan tatapan kosong. Lama ia berdiam, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, hanya helaan napas yang ia hembuskan. Dalam dan panjang.
********
Aku terperangah pada sosok tua ini. “Ada apa dengan perkataanku tadi, haruskah aku mengulangi pertanyaanku tadi”, Bisiku dalam hati. Hendak  bibir ku mengucap ulang kata-kataku tadi, tapi ia lebih dahulu berkata, “ Kau tak perlu mengulang kata-katamu anak, opa hanya terjebak dengan masa lalu opa“. Dia seolah-olah membaca pikiran ku.  “ Memangnya ada apa dengan masa lalu opa?’’ tanyaku.  Sontak ia pun berhenti untuk menganyam kerangka sasando itu. Ia mencoba memanggil kembali memori yang ada  dalam otaknya, ia menutup matanya sambil mengkerutkan dahinya.
“Ah, anak Sasando yang biasa aku mainkan itu, keindahan nada yang kau dengarkan itu,  keharmonisan yang kau rasakan, ketenangan yang kau dapatkan ketika kau mendengarkan petikan sasando  adalah hasil cinta yang aku dapatkan dari Regina”. Terangnya sambil berangan-angan mengingat kenangan yang ada dalam memori otaknya. Aku bingung,  Siapa gerangan Regina yang disebutkan lelaki tua ini. Sebelum aku berpikir lebih jauh, akupun bertanya siapa sosok Regina di mata Opa Anto. “ Siapa Regina itu opa?”.
“ Dia adalah wanita dan cinta.  Ketika aku muda seperti kau anaku, aku bertemu seorang gadis cantik, ia datang dengan sejuta keindahan dan keistimewaan yang tak pernah aku jumpai sebelumnya dengan gadis-gadis di desa ini. Jujur pertama kali aku bahkan takut menatap wajahnya yang cantik, aku takut bukan karena ia seperti hantu, bukan karena aku takut ia seperti monster tapi aku takut apakah aku layak memandang wajah cantiknya itu.  Banyak yang mengaguminya, tapi aku merasa aku satu-satunya lelaki yang paling beruntung mendapat cintanya.  Rambutnya panjang dan keriting  terurai lembut,  matanya bulat, bening dan indah, seindah tenunan Rote. Hidungnya mancung setinggi bukit Teri  ini, dan suaranya seperti bunyi petikan pada senar sasando ini”. Opa Anto seolah memilki potret masa lalu yang indah dan ia coba lukiskan masa lalu itu sedetail mingkin. Di pondok tua itu aku menyaksikan kisah seorang maestro Sasando yang membuat ia tetap hidup dengan masa lalunya yang tersimpan rapi di lubuk hatinya yang paling dalam..
“Bermain sasando pada jaman dulu merupakan sesuatu yang berharga  bagi anak muda seusia kau. Kau bisa mendapatkan hati seorang wanita, kau bisa merasakan keharmonisan antara cinta dan keindahan’’.  Tuturnya sambil menarik  napas mencoba menerawang masa lalunya.

 ‘’ Tak ada satupun dari keluarga ku yang tau dan pandai bermain sasando. Aku pun terlahir sebagai orang yang hanya menikmati indahnya alunan bunyi sasando,  hanya mendengar saja cukup menyenangkan hatiku. Tapi ketika pertama kali aku bertemu Regina semuanya berubah. Aku merasakan keindahan dan keistimewaan yang luar biasa dalam dirinya. Hingga  aku ingin mengungkapkan keindahan dan keistimewaan Regina. Dan  aku sadar bahwa melalui Sasando ini, nada dan bunyi yang akan aku mainkan bisa mengungkapkan keindahan dan keistmewaan Regina, dan aku  berjanji  padanya bahwa  suatu saat  jika aku bisa memainkan Sasando ini , aku akan memainkan sebuah lagu  untuknya’’.
Suasana hening di pondok itu seolah-olah membawa aku terbang ke masa lalu opa Anto.
  Aku pun mulai berlatih bermain sasando, tak seorang pun yang mengajariku, tak ada  juga yang menuntunku,  rasa cintaku pada Regina lah yang memuat aku terus berlatih, Pernah anak, aku putus asa. Ah aku menyerah! Tapi ketika aku teringat akan Regina aku bangkit kembali, anak! Aku  teringat akan janjiku padanya, Ia  tahu akan niat dan ambisiku, ia terus medukung aku. 
Aku belajar mendengarkan  dan merasakan denyut jantungku dan aku bisa menghasilkan sebuah nada dari senar ini, kemudian aku belajar mendengarkan dan merasakan suara  alam  dan aku berhasil menghasilkan alunan irama, hingga aku belajar untuk mendengarkan suara hati dan  merasakan getaran cinta ku pada Regina , aku berhasil menjadi seorang pemain Sasando”.
Ia  diam sejenak,  matanya  nampak berkaca-kaca sepertinya momen itu sangat berharga baginya.
“Opa berhasil memainkan lagu untuknya?”. Tanyaku sambil tersenyum membayangkan bagaimana romantisnya suasana yang akan diceritakan oleh opa Anto nanti.
“Hmm, sudah aku persiapkan semuanya, aku berjanji bertemu dia di bukit Teri ini ketika matahari hendak tenggelam. Aku sendiri yang membuat  kerangka hingga menentukan nada pada tiap senar-senar  Sasando ini,  aku bekerja dari hatiku sehingga aku membalut semuanya dengan kasih sayang dan rasa cinta.
Aku yakin dengan segenap jiwaku, Regina akan menepati janjinya untuk menjumpaiku. Sekali lagi kucoba meyakinkan hatiku. Ku coba memetik seutas tali senar pada sasando ini, sontak aku teringat akan senyum Reina, nada pada senar ini mengingatkanku akan manisnya senyumnya. Senyum yang dihiasi lesungan pipi dan keikhlasan Regina untuk tersenyum.  Ada keindahan yang keluar dari dalam senyumnya.
Tiap hari aku datang ke tempat itu untuk menemui dia dan untuk kesekian kalinya, ia tak datang menemuiku.  Regina, aku rindu padamu, ingin hatiku ku memainkan sasando ini untukmu tapi percuma kau tak bisa merasakan indahnya petikan yang aku ciptakan, ingin ku menyanyikan lagu cinta untukmu tapi percuma kau tak mungkin mendengarkan.
Hari berlalu dan musim berlalu sayang seribu sayang, ia tak datang menemuiku”.
“Kemana ia pergi opa?”, Tanyaku sambil bertopang dagu, mecoba menggali lebih dalam cerita opa Anto.
“ Ia bukan berasal dari tempat ini. Ia kembali ke tempat dimana ia berasal”.
“ Dimana tempat itu opa?, mungkin kita bisa mencari dia, mungkin pula kau akan bertemu dengan dia  dan kau bisa memainkan lagu ini untuknya, benarkan opa?”. Aku berusaha meyakinkan dia untuk menemukan kembali Regina-nya yang telah pergi.
“Ah percuma anak jika kau mencari dia, kau tak akan menemukan dia”. Ia seolah-olah telah merelakan kepergian Regina yang pernah ia cintai.
“ Apakah  Regina sudah meninggal”? Tanyaku penasaran.
“ Dia tak meninggal dunia, anaku. Dia ada disini bersama angin, bersama detak jantungku dan dia akan mendengarkan aku ketika aku memainkan Sasando ini untuknya”.
 Aku heran bagaimana mungkin ia akan hadir disini, sedangkan disini  hanya kami berdua, apakah ia akan datang dengan mesin waktu ketika opa Anto memainkan Sasando ini?

Matahari mulai meredupkan cahayanya, ku lihat opa Anto mulai mengambil Sasandonya, dengan mata tertutup ia merasakan desiran angin yang datang menyapanya. Ia mulai merapikan senarnya, meletakan jarinya diantara senar-senar itu, jarinya menari-nari diatas senar itu dan  ia bernyanyi ;
 “ Ku temukan cintaku di tanah ini
Tanah yang damai penuh dengan cinta
Sekuntum mawar ku petik, ku semak dihati
Dan aku senandungkan kidung kerinduanku
Na…he…ya…”

Aku merasakan kehadiran Regina melalui alunan nada yang dimainkan opa Anto, aku merasakan ia berada di depanku. Benar kata opa Anto, ia cantik dan indah, ia mendekat dan makin mendekat, ia kemudian berbisik lembut di telingaku. “ Aku adalah kecantikan dan keindahan yang  kau dengar dan kau rasakan dan aku adalah cinta yang menuntun dia untuk menghasilkan irama yang indah dari Sasando ini”.

Malang,04/03/2014


Kamis, 07 November 2013

a guardian angel

My Guardian angel



A mother’s prayer for her child, for her children
for healing, for grace for the pain she carries
to be lifted from her weary shoulders to breath free, without weight
hanging, pulling her down to see a change, a renewal
a mending of the tears, the frayed edges of existence
of the interrupted aspects, the missing pieces of her life
after disruptions and displacement rebuke, and distance
A change of course, in the offing in the near future, hopeful still
in the God who has listened, heeded her call before
( A mother’s prayer by Raymond A. Foss)

The Indonesian traditional adage says,’’ heaven is under mother's feet, some people said mother is an angel that sent by God. All the statement above is decent to describe how great a mother.  For me mother is Mother is the most beautiful gift in my life. I have to reflect on how far the struggle my mother for my life. All the time and power she has sacrificed, the prays and wisdom that she has thought me. Upon I opened my eyes for the first time, my mother had given her beauty smile and I seem to see the face of an angel. She was the first woman that I knew. I tried to describe how great my mother is.
My mother is a great educator, how not since I first learned to speak the first thing she taught is to pray. The first thing he thought was how to speak, how to pray to God and how attitude when praying. The thing that be my habitual that I bring until today is the time when praying before sleeping. I always do that because it is always guided and taught by mom. And even now if you have not had time to pray, there seems to be a strange. Not up there, the most memorable think that he had taught me was how to wash the dishes. Even though it women work, my mother didn’t make the distinguish between the boy and the girl job. In her eyes it was equal; it is not how to teach the rule but how to form a personality. I remembered clearly how he taught me. With tenderness and patience he taught me to wash the dishes were clean. As I grown up, I thought, why my mother taught me how to wash the dishes. A child is not taught like me though so surely he knows wash dishes. When I was growing up I found the answer. It has simple mean, he taught me to work with heart and seriously even it simple thing. Grateful I was taught by my mother from the simple things that bring me to the great things.

She is smart to divide the time. Which time to cooking, take care me and to take care the family. She has a lot of time to spending the time with me. Night was the time when the lullaby and the stories of the bible always accompany me in the silent of night. My mother always did that until I slumbered. Until I open my eyes in the morning, she has ready to reach the day.  She is the housewife that stronger than anything.
Kitchen is the part of home which identically with my mother job’s. The kitchen is the place where I could fell with diligence and with compassion my mother makes some breakfast and dinner to us. Kitchen is the best place to visit when we are hungry. Among the children in our small family, I am who always accompany my mother when he cooking. With all the trouble that I did in the kitchen, did not reduce her busy in cooking. Even, one time she picked me up and hugged. Although my mother is not god chef, but the dishes of mother made me miss home. She always reminded us to spend all our food as a form of gratitude for the food that is given by God. She always reminded this every day. She never gives up reminding us.
When being away from home who'd always be strength for me is the prayer of the mother. All the protection and affection always with a prayer that delivered by mothers. The embrace of mom is given warmth when I cried or lost my faith. The problem will be solving if motivated by mother. Mom is everything for me. I have realized there so many mistake that I’ve been doing.  It is not be encumbrance to mom as long I tried to fix it. His face implied that he did not want to shed tears of failure because of the success I had but he cried.
I would like to thank for mom for the time that teach me from simple thing to great thing, for helping me when I am falling, teach me to pray before sleep, and have a lot a time to  picked me up and hugged me. I say thanks too for the lullaby song that you sang before I sleep. I am lucky can fell your dishes that always make me miss home. I’m sorry if I could not wipe your tears. But I promise it was worth it. I will always miss home as I miss you.


Writing class….
June 2012

Senin, 08 Juli 2013

The art of rice



The scene of paddy.The valley among the hills.



Rice is most popular cereal in the world in terms of human consumption. When consume it in every  single meal : breakfast, lunch, tea, dinner, supper, even dessert, it remains me of Shizou Tsuji, an author of the classic Japanese cooking said,” Rice is a beautiful when it grows ,precision rows of sparkling green stalk shooting up to reach the hot summer sun. It is beautiful when harvested, autumn gold  sheaves piled on diked, patchwork paddies. It is a beautiful when , once threshed, it enters granary bins like a ( flood ) of tiny seed-pearls. It is beautiful when cooked by a practiced hand ,pure white and sweetly fragrant”. What Shizou Tsuji said is representation of what he felling when rice is being part of agriculture life in Asia. Not only the taste of rice remains me of the precious food for Indonesians people, but also the art of rice make it more precious than a diamond.
Spending summer time in a village is the great experience. Back to the nature life,  is a moment that can I capture in that village. It is small provincial town of NTT, Indonesia. Located two  hours from Ende region, Detusoko is home to around 15,000 people , the majority of whom are involved in production of rice. While some farm rice on larger scale, many just convert their field into a rice paddy for sustenance. There are more than 1,000 varieties grown across the world, but the most cultivated is the family of Oryza Sativa L. I’m very curious about this village affair love the rice.
To Understand why rice is so important for Detusoko peoples, I need look out the culture of  people. According to belief of people, The existence of paddy  was  sacrifice by “ Ine Pare “ who give her  blood and bones to the people. So they love paddy as their own life. Ine Pare had given a life for them, as the present from God. Every single field is consist of one stone that use as the symbols of the sacrifice of Ine Pare”.
Growing rice is one of the most labour-intensive  forms agriculture. It’s need  90 to 120 days to harvest the crop from seedling to maturity. It has instruction  when planting the rice. It’s simple, don’t walk on any of  seedlings, take a couple of seedling from your bundle and plant them so they are standing upright in the muddy soil and the last leave a space between each seedling, roughly the size of a palm print. It’s seems like  an easy job, but it need energy. I have respect for farmer cultivating rice. My body is  worse for make this job, while some of them still has powerful  energy. Starting in one corner , we move horizontally and zigzag like a snake until the job is done. One hectare of land can produce  about  40 kg of rice. Two corps are cultivated each year , with the main crop grown in the rainy season in order to increase yields. The dry season is used to grow vegetables.

Although, the breaking work and poor pay, the people working with the fields are some of the happiest. As I look out across the paddies and see the farmers work with their heart, I think life is perfect. And it all comes down to the art of rice.

Jumat, 03 Agustus 2012

Ende Lio: Lio :sejarah nama dan makna sosial-religi suku lio...

Kamis, 02 Agustus 2012

Lio :sejarah nama dan makna sosial-religi suku lio

Sebagai putra asli berdarah  Lio saya sangat tertarik menulis tentang apa itu suku Lio,kehidupan,masyarakaatnya dan kehidupan sosial budaya.Semoga bermanfaat!!
Suku Lio
 Secara etimologi nama Lio merupakan suatu singkatan kata dari berbagai predikat tertentu
 1. Land in oorlog atau wilayah perang .dengan ini dimaksudkan orang Lise yang bermental perang,yaitu merampas dan merampok.Keganasan orang Lise yang dihadapi Belanda jelas dari predikat yang diberikan kepada tanah persekutuan Lise,ialah Land in oorlog.Etimologi ini rupanya cocok, namun merupakan predikat baru sejak abad ke 20 yaitu sejak jaman kolonealisme Belanda di Lise.Jadi walaupun menurut etimologi nama itu cocok,namun menurut kronologi sejarah nama itu tidak cocok karena eksistensi nama LIO jauh mendahului jaman penjajahan Belanda.
 2.Lise IIa Obo berarti Lise cahaya obor.Sebutan ini ditampilkan sejak seorang raja Tana Kunu Lima yaitu lima kompleks tanah persekutuan yang dibaur menjadi kerajaan Lio untuk dikuasai raja tanah persekutuan Lise
3.Sa Li,Sa Ine,Sa one.ungkapan Li Ine One berarti sebaya,seibu,sekeluarga.Rupanya sebutan ini tepat untuk kependekan nama LIO karena ditonjolkan mental yang menganggap diri sama ,dari tingkat usia,dari satu ibu kelahiran dari  peleburan satu keluarga besar yaitu suku bangsa Lio.
  Dengan mengusut sebutan Belanda Land in oorlog menjadi lio,semboyan Lise IIla Obo menjadi LIO dan sebutan Lie Ine One menjadi LIO belum terungkap  arti fungsionalnya.Jadi nama LIO bukan nama semau-maunya,melainkan suatu nama dengan arti fungsional yang butuh kunci pengusut yang tepat.
Cara kedua mengusut nama Lio  dengan didasarkan pada kesamaan bunyi atau onomatoupee,disesuaikan dengan tata kebiasaan orang Lio dalam memberi nama.Contohnya antara lain dalam memberi nama.contohnya antara lain dari  kebiasaan burung gagak menyebut diri  a' a' a',sehingga burung gagak disebut ule a.Karena kucing menyebut eo eo eo,maka kucing disebut ana eo.Kebiasaan bertandak(gawi) dimulai dengan dilancarkan oro,yaitu OOOoooo,OOOooo,OOOoooa.Dalam membenrakan atau menyetujui sesuatu,digunakan kata ho'o atau o'o.Lalu ditemukan dasar ,di manaa orang Lio menyebut diri O.Karena vocal O itu suatu huruf bunyi yang berarti Li,maka nama paduan bunyi Li dan vokal O menjadi Li o,suatu nama tetap Lio.jadi berdasarkan kesamaan bunyi  atau enomatoupee,maka etimologi nama Lio berasal dari Li berarti bunyi dengan vokal tunggal O.
Keadaan geografis
Keadaan tanah Lio itu ganas,akibat gunung- gemunung dan anak gunung serta bukit yang tak terjumlahkan.Jurang-jurang terjal yang dalam menembah keganasan geografi.Sungai-sungai berair tetap dan kali kering menempuh jalan liar di musim hijau.Sungai-sungai besar atau Lowo Ria berlembah dalam dan berkelok-kelok.keadaan tanah yang ganas itu disebabkan  oleh determinisme geografi.
Tiga gunung pemisa utama yaitu  gunung Aomasi 1612 meter di barat,gunung Lepe Mbusu 1800 meter  di tengah dan gunung keli Nggonde 760 meter di timur,membagi lio  atas wilayah utara dan selatan.Deraetan  anak gunung di selatan menuju  Laut sawu yang disebut mesi Haki atau laut lelaki.Deretan anak gunung utara menuju Laut Flores yaitu mesi fai atau laut perempuan.Gunung-gunung  pinggir utara membentuk  beberapa dataran rendah yang luas dengan keadaan tanah yang tidak sekejam dengan selatan .Gunung-gunung pinggir selatan  membentuk jurang terjal  dan lembah yang dalam menuju pantai ,membina tanjung dan teluk yang indah.
Lio merupakan sebuah suku yang terdapat di kab Ende Masalah turunan darah dan tempat tumpah darah itu vital.Cara hidup terkotak  di berbagai tanah persekutuan dengan takdir geografi yang ganas  menyebabkan  kolektif Lio menyadari ikatan  bersuku-bangsa ,tempat tumpah darah dan adat istiadat.Mereka yakin suku-bangsanya penemu padi dan prinsip berladang dengan hak menyebarluaskan.Seluruh tata cara dan tata upacara berladang itu dipatuh dengan seksama,oleh karena itu timbul kebudayaan berladang mendasar.Mayoritas masyarakat suku Lio yang bermata pencaharian mengolah lahan membawa pengaruh kedalam bidang religi dan magi.dengan religi dan magi suku Lio memberikan dua aspek dalam berladang dimana dengan religi suku bangsa agraris Lio hubungan Tuhan,roh,mahkluk halus,arwah nenek moyang.Dengan Magi orang Lio berusaha menguasai  kekuatan alam untuk memperoleh kelimpahan panen,bila usaha-usaha rasional tidak mempan.Jadi diharapkan agar kekuatan magi  mengerjakan semua dimana  semua tenaga manusia buntu.Kepercayaan akan kekuatan gaib  meliputikeadaan geografi,gejala alam,siklus berladang.Malah kekuatan magi dianggap ada pada manusia ,binatang,alat-alat material dan teknologi berladang.
Bagi masyarakat Lio manusia yang dianggap mempunyai kekuatan magi ialah kaum adat fungsional di tanah persekutuan ,terutama Laki Pu'u dan ria bewa.Mereka mempunyai kuasa ,hak,wewenang demi pengurapan dengan darah binatang sembelihan upacara ini upacara  penthabisan,dimana calon langsung dinobatkan dan dilantik dengan resmi.Fungfsionaris adat dithabiskan supaya menjalankan pemerintahan adat dengan sah dan berwenang.Inilah aspek pranata politik untuk mengatur  pemerintah dan pranata agama  untuk membawa kurban dan sesajen,di mana suku bangsa berkontak dan berkomunikasi  serta berinteraksi dengan  Tuhan.Pemerintahan adat di Lio itu jenis pemerintahanya kolegial ,berdasarkan musyawarah yang sepakat.Urusan tanah persekutuan dijalankan ria bewa  dengan instruksi  laki puu yang disepakati oleh dewan ria bewa. Tiap jabatan dalam laki ria jabatanya turun-temurun sesuai dengan norma adat Lio : Mata sa pi ,welu sa pi ,berarti hilang satu angkatan,muncul lagi angkatan-angkatan baru.Jadi jabatan fungsioanal itu tidak teralihkan kepada yang lain ,kecuali kepada turunan fungsionaris itu sendiri sebagai jabatan karismatik.Dewan laki ria bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan rakyat di tanah persekutuan,tanggung jawab ini disebut: laki  su'u laki wangga. Su'u berarti menjunjung  diatas kepala dan wangga yang berarti memikul di pundak.Kedudukan ria bewa zaman ini lebih tertonjol  kedudukan dari laki pu'u ,sehingga laki pu'u  bertindak hanya sewaktu-waktu dalam upacara religi.
kekuatan  magi dalam berbagai gejala alam dilangit dan di bumi sudah diuraikan dalam upacara religi ka po'o dengan sebutan du'a lulu wula,nggae wena tana sebagai kekuatan langit dan bumi.Dua kekuatan ini dianggap mengadakan perkawinan kosmos sebagai dasar kesuburan alam semesta.Bila hidup manusia itu jahat terutama kaum adat fungsional ,maka du'a lulu wula Nggae wena tana akan meradang,sehingga akan menimpai alam dan ladang tanah persekutuan.
keadaan bintang Wunu,Wawi Toro,sangat diperhatikan karena dianggap mempunyai  pertanda baik atau buruk bagi kegiatan berladang.Wawi Toro  bintang Antares yang terang-benderang pada gugusan Scorpio dan Wunu bintang Pleades pada gugusan Bintang Tujuh atau Kartika.Dua musim kemarau keras bulan September,Oktober,November gejala dua bintang ini diperhatikan  dengan teliti  untuk dimulaikan  upacara religi ka po'o guan memurnikan tanah dan ladang  dan menghalalkan musim menanam.
demikian sedikit informasi tentang Lio semoga bermanfaat
sumber bacaan : Tata Berladang Tradisional Dan Pertanian Rasional Suku Lio